Model pencatatan dengang mengadopsi distributed ledger di mana semua pihak mencatat setiap transaksi yang terjadi dapat dipermudah dengan menggunakan data digital yang didistribusikan melalui internet. Namun, justru karena sifat data digital yang mudah didistribusikan, muncul permasalahan lain yang disebut dengan double spending.
Saat kita bekerja dengan komputer ataupun gadget, kita akan memiliki data digital (seperti file PDF, foto, musik atau video). Data digital ini dapat dengan mudah dikirimkan melalui email, media sosial atau aplikasi chatting. Sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika data digital tersebut tidak memiliki nilai atau sudah masuk dalam ranah public domain yang bebas untuk disebarkan. Namun bermasalah jika data digital tersebut adalah aset yang bernilai. Jika data digital merupakan sebuah aset, maka pada saat dikirimkan, si pengirim menjamin kepemilikan aset telah berpindah. Pengirim tidak lagi memiliki aset tersebut dan penerima memiliki hak kepemilikan aset tersebut. Pemindahan kepemilikan terhadap aset digital lebih sulit dikarenakan kemudahan dalam melakukan duplikasi terhadap data digital (sehingga diistilahkan dengan double spending).
Sebagai ilustrasi, saat ini Joko memiliki selembar uang Rp. 10.000,- dengan nomer seri ABCDE12345. Uang tersebut dipinjamkan kepada Budi. Transaksi yang terjadi adalah uang Rp. 10.000,- dengan nomer seri ABCDE12345 berpindah tangan dari Joko kepada Budi. Joko tidak lagi memegang uang tersebut.
Namun, apa yang terjadi jika proses peminjaman antara Joko dan Budi dilakukan secara digital menggunakan komputer? Pada transaksi ini, tidak ada uang fisik yang terlibat. Joko bisa saja mentransfer tapi masih memiliki “salinan” data digitalnya (seperti halnya mengirimkan file mp3 ke pihak lain di mana pihak pengirim masih tetap memiliki salinannya).
Di sinilah penengah (atau bank) berperan untuk memastikan tidak terjadi double spending. Joko menitipkan uang fisik Rp. 10.000,- di bank, dan bank menyimpan uang fisik serta mencatat secara digital bahwa Joko memiliki saldo Rp. 10.000.-. Ketika Joko mengirimkan uang Rp. 10.000,- kepada Budi, maka pihak bank akan mengupdate bahwa saldo Joko menjadi Rp. 0 dan saldo Budi bertambah Rp. 10.000,-. Tidak ada uang fisik yang dipindah tangankan. Dalam hal ini pihak bank menjadi penengah antara kedua pihak yang memastikan bahwa kepemilikan aset (dalam hal ini uang) telah berpindah tangan.
Teknologi Blockchain memungkinkan transaksi atau pemindahan kepemilikan aset digital tanpa perlu ada penengah. Salah satu implementasi aset digital menggunakan teknologi Blockchain adalah mata uang digital (cryptocurrency) Bitcoin. Setiap orang bisa memiliki aset digital Bitcoin (BTC). Nilainya bisa 1 BTC, 100 BTC atau 0.0001 BTC. Bitcoin tidak memiliki bentuk fisik. Kepemilikan BTC dicatat pada distributed ledger yang tersebar pada node-node di seluruh dunia. Saat seseorang mengirimkan 1 BTC ke pihak lain, maka teknologi Blockchain akan memastikan bahwa kepemilikan 1 BTC akan beralih dari si pengirim ke si penerima tanpa ada penengah/perantara. Dengan teknologi Blockchain, permasalahan double spending dapat diatasi.